FGD JARAK TANAM JPP TANPA PENJARANGAN
Departemen Riset dan Inovasi pada hari Rabu, Jum’at 8 Desember 2021 bertempat di KPH Ngawi dipimpin oleh kepala Perhutani Forestry Institute mengadaka acara FGD dengan tema Jarak Tanam JPP Tanpa PenjaranaganAcara dihadiri oleh Dewas, pakar Ilmu Kehutanan dari UGM, Kepala Perhutani Forestry Institute, Waka Perhutani Forestry Institute, Kadiv Perencanaan SDH, Kadiv SDM Kadep Perencanaan dan Pengembangan Bisnis Jawa Timur, Kadep Pengelolaan SDH Jawa Timur, Adm/KKPH Ngawi beserta jajarannya, Peneliti Madya PeFI, Peneliti Muda PeFI, Kasi Pemeliharaan Kantor Pusat
- Kunjungan Lapang
Perhutanan Klon Jati. Petak 7, RPH Gendingan, BKPH Walikukun, KPH Ngawi.
- Perhutanan Klon Jati tahun tanam 2002.
- Dijarangi pada tahun 2015, dengan hasil penjarangan 171 m3 , N tinggal 150 pohon/Ha (85%) harapannya ke depan bisa mendapatkan 300 m3 . Apabila dibandingkan dengan jkonvensional rata-rata 80-120 m3 per daurnya (60-80 tahun).
- Pertumbuhan rata-rata tahun 2021:
- Setelah dijarangi : diameter 44 cm, tinggi 27 m
- Tanpa penjarangan: diameter 23,8 cm, tinggi 21 m
- Perhutanan Klon Jati. Petak 53n, RPH Sidolaju, BKPH Kedunggalar, KPH Ngawi
- Perhutanan Klon Jati tahun tanam 2006
- Dijarangi pada tahun 2013 dengan hasil penjarangan 8 m3 , N tinggal 660 pohon/Ha.
- Dijarangi pada tahun 2018 dengan hasil penjarangan 36 m3 , N tinggal 440 pohon/Ha.
- Pertumbuhan rata-rata tahun 2021:
- Setelah dijarangi : diameter 25,5 cm, tinggi 23 m
- Tanpa penjarangan : diameter 20,3 cm, tinggi 21 m
Aris Wibowo:
- Efek penjarangan sangat penting. Pemalang N 440 pada umur 18 tahun sudah dijarangi dengan diameter 30. Harapannya 2 tahun sdh dijarangi untuk mencapai N 220 atau 300.
- Diharapkan plot ini untuk menentukan jarak tanam.
- Bagaimana untuwalang 50% pada penjarangan I, bagaimana 50% pada penjarangan yang terlambat, sebagai data pendukung untuk menentukan jarak tanam yang optimal.
- Akan dicari ketela yang di bawah tegakan sehingga nilai tambahnya bisa tinggi
Prof Na’iem:
- Pak Dirut menghendaki bagaimana setiap jengkal bisa memberikan nilai tambah sehingga bisa diset dengan jarak tanam 5x5 setelah penjarangan pertama menjadi 5x10 didalamnya ada jarak 5x10 yang bisa dimanfaatkan untuk pertanian.
- Untuk memberi nilai tambah, nilai hutan meningkat harus ada yang diupayakan.
- Tanaman JPP-Kayu Putih. Petak 5a, RPH Kricak, BKPH Sonde, KPH Ngawi.
- Tanaman JPP dan kayu putih tahun 2020 (umur 2 tahun)
- Jarak tanam JPP 8x4 m, 8x6 m, 6x6 m dan 3x3 m
- Kayu putih mengapit tanaman jati jumlah pohon per ha 1.200. jarak 2x1 m.
- Produksi uji petik DKP umur2 tahun hasilnya 8 kg/pohon dengan rendemen 1,2 %
Aris Wibowo:
- Kayu putih panen perdana 8 kg, yang tertinggi 16 kg, yang terendah 6 kg. rendemen 1,2 % dengan kadar sineol 78%.
- Kayu putih 1.200 x 8 = 9.600 kg x 1,2% =105 kg MKP x 300 rb = 30 jt/ha.
- Jati 3x3 dijarangi 5 tahun dapat 6 m3 dan dijarangi 10 tahun dapat 32 m3 dengan N tinggal 440 pohon.
- Kayu putih mengapit jati supaya jatinya aman.
- 25 klon kayu putih diujikan di petak ini yang bertahan dibawah naungan jati dan jagung hanya ada 1 klon dan tahan terhadap rayap juga.
- Hak paten tahun 2020 sudah didapatkan dari 5 klon unggulan terdiri dari 4 klon unggulan jati dan 1 klon kayu putih. Ditargetkan 10 klon unggulan jati dan 5 klon kayu putih sehingga aman dalam program pemuliaan.
- Pada awal tanam kayu putih diberi pupuk kandang 3 kg, 1 bulan setelah tanam diberi pupuk urea 50 gr dan setelah itu 100 gr pupuk urea.
- PHT I dan II dulu persen berakar cuma 2%. Setelah diberi treatment tertentu sekarang menjadi 90%.
Prof Na’iem :
- Semua berawal dari pemuliaan, harus ada back up klon (2 klon) karena rentan terhadap outbreak hama dan penyakit.15 klon harus dikembangkan di 1 lokasi sehingga ada klon site matching (kesesuaian antara lokasi dan klon).
- 15 klon tersebut akan diuji di lokasi yang ingin dikembangkan dan yang sesuai.
- Dari 25 klon kayu unggul kayu putih ternyata hanya 1 klon yang cocok ditanam di Ngawi berarti yang lain bukan tidak bisa tumbuh tetapi tidak produktif di daerah Ngawi.
- Silvikultur 1 sisi jenis dan genetik berperan banyak. Lokasi yang baik masih bisa didorong dengan nutrisi.
- Pupuk kandang 3 kg bisa dikatakan general. Dari hasil penelitian, pupuk kandang 3 kg memberi respon yang sama dengan pupuk 5 kg dan 10 kg. Sehingga dengan pemberian pupuk kandang 3 kg lebih efisien dari biaya dan tenaga.
- SOP selanjutnya harus ada pruning pada tanaman. Karena kalau tidak pruning akan mempengaruhi kualitas kayu, mata kayu akan menjadi cacat yang abadi.
- Teknik penjarangan yang menjadi bahan ajar masih mengikuti WVW (tegakan tegakan normal ada yang jelek, sedang dan bagus). Kondisi saat ini tanaman bagus semua.
Dewan Pengawas:
- Tantangan terbesar membuat menjadi standar. Ada pembuatan ilmu dari penelitian-penelitian dipanen untuk pengajaran. Dibikin standar untuk pengajaran.
- Tantangan untuk mempersatukan penelitian, pendidikan dan yang ada di KPH. Dan itu ada di dalam pengaturan perencanaan pusat.
2. Paparan FGD
1) Peranan Klon Jati untuk Peningkatan Produktivitas & Kelestarian Hutan oleh Prof Na’iem
- Pada saat itu disarming kuliatas yang bagus, tanaman jati juga dicari pohohon-pohon yang berproduktivitas tinggi
- Dilakukan uji keturunan dan uji klon yang selanjutnya dikembangkan secara vegetative sehingga semua sifat genetiknya dijamin sama dengan indukannya
- Apabila pengembangan tanaman tanaman jati yang menggunakan benih, maka tanaman tersebut akan menjadi induk jantan dan induk betina (bukan menjadi tanaman klon unggul)
- Program pemuliaan dilakukan untuk mendapatkan benih dan bibit yang berkualitas
- Bibit yang berkualitas bisa diperoleh dengan cutting, sambungan atau kultur jaringan. Sedangkan benih yang berkulaitas bisa diperoleh dari Kebun Benih Semai (KBS) atau Kebun Benih Klonal (KBK)
- APB merupakan arel pengumpulan benih sementara hingga didapatkan benih-benih
- berkualitas hasil pemuliaan. Pohon yang fenotifnya jelek ditebang dan pohon yang baik dipertahankan sehingga terjadi crossing diantara pohon-pohon yang baik tersebut
- Populasi jati di Indonesi tidak hanya berasal dari Jawa saja, tetapi juga ada yang berasal dari India, Myanmar, Thailand dll.
- Telah dilakukan uji genetic pada 5 lokasi yang sampai saat ini masih ada, tetapi pada beberapa tahun kebelakang sudah tidak pernah dilakukan tindakan silvikultur
10. Dari populasi dasar dipilih pohon yang superior (pohon plus) yang kemudian diambil buahnya (biji) dan cabangnya (mata tunas). Benih digunakan untuk membangun tanaman uji keturunan generasi I, generasi II dan seterusnya, sedangkan mata tunasnya dibuat grafting yang digunakan untuk membangun Bank Klon, Kebun Benih Klonal dan Kebun Pangkas
11. Klon-klon yang bagus di kebun pangkas akan digunakan untuk membangun tanaman uji klon, yang akan ditanam di lapangan.
- Kebun Pangkas yang dipanen adalah tunasnya (sebagai materi setek pucuk) sedangkan KBK yang dipanen adalah benihnya (biji jati)
Perbanyakan vegetative merupakan metode perbanyakan untuk mendapatkan individu tahan terhadap penyakit, kerapatan kayu dan sebagainya. Motode tersebut dipilih karena copy an (bibit) yang dihasilkan sama persis dengan indukannya
13.Perhutani telah membangun tanaman jati prospektif di 8 KPH dengan jarak tanam 6x2 meter, memberika kesempatan kepada pesanggem agar lebih lama melakukan kegiatan pertanian di dalam hutan. Tanaman jati yang tingginya 6 meter, tajuknya sudah menutupi lantai hutan.
14.Tanaman jati setek pucuk akan memfungsikan beberapa akar serabutnya sebagai akar
tunggang walaupun bentuk nya tidak lurus dari pangkalnya, akan tetapi bentuknya akan lebih besar dibadingkan dengan akar serabut lainnya
15.Tugas kita, bagaimana memanfaatkan sortimen yang bagus, lurus, tidak ada cacat dan Panjang.
16.Semakin keras penjarangan (tanama JPP SP), pertumbuhan riap diameter dan kayu terasnya juga akan semakin lebar.
17.Niai karbon akan didapat apabilan pohon etrsebut sudah ditebang, kaeran karbon pada kayu, cabang, ranting dan daunnya tidak akan hilang, bahkan ketika kayu-kayu tersebut sudah berwujuh meja, kursi, almari dll
18.Tidak hanya focus dengan tanaman pangannya saja, tetapi juga harus focus pada hasil ikutan yang dihasilkan (kayu hasil penjarangan). Sehingga masyarakat hutan sejahtera, perhutani juga mendapat produksi yang tinggi.
19.Jarak tanam yang lebar merupakan kombinasi yang bagus untuk tanaman kehutanan (jati dan kayu putih) dengan tanaman pertanian (jagung, padi, kedelai dll)
20.Jarak tanam yang ideal yaitu 10x5 m atau 10x4 m, dengan alternative penjarangan 1x dengan jarak tanam 4x4 m (menjadi 8x4 m) atau 5x5 m (menjadi 10x5 m) sehingga nilai N akhirnya 200 pohon/ha.
21.Untuk alternative tanaman pertanian bisa menggunakan ketela pohon. Dikaji lebih detail oleh PeFi bagaimana hal ini bisa diterapkan di lapangan (trial dan error)
2) Perkembangan Penelitian Perhutanan Klon Jati oleh Aris Wibowo
- Jati Plus Perhutani setek pucuk pertumbuhannya seragam, pengaturan jarak tanam yang optimal perlu segera kita lakukan.
- Penjarangan 50% dengan metode untuwalang setelah pengamatan 3-4 tahun menunjukan bahwa pertumbuhannya paling bagus dibandingkan dengan kontol dan 25% pecelteri, hal ini menunjukkan bahwa penjarangan keras atau pengaturan jarak tanam awal sangat diperlukan.
- Penjarangan I pada umur 5 tahun dengan 50% mendapatkan hasil terbaik. Hal ini berpeluang sejak awal tanam dengan jumlah pohon 440.
- Penjarangan I pada umur 10 tahun dengan N tinggal 300 dan 220 memberikan hasil terbaik.
- Pada lokasi plot penjarangan umur 10 tahun di KPH Pemalang rerata diameternya 30 cm (N = 220 pohon/ha) dan KPH Ngawi rerata diameternya 20 cm (N = 440 pohon/ha)
- Pada plot tanaman jati dan kayu putih (BKPH Sonde, KPH Ngawi) jarak tanam 8x4 m dan 8x6 m yang seharusnya mendapatkan hasil dari kayu penajarangan bisa kita
dapatkan dari daun kayu putih mulai umur 2 tahun dan pada umur selanjutnya setiap 6 bulan sebanyak 3,5 kg/pohon/6 bulan (kayu putih menggunakan klon unggul)
- Perbandingan keuntungan penjarangan tanaman JPP dengan N 312 pohon/ha seperti kasus pada petak 7, BKPH walikukun, KPH Ngawi makan mendapatkan keuntungan Rp 15.000.000/ha/tahun apabila nanti ditambah kayu putih (sampai umur 5 tahun) produksi 100 kg/tahun Rp 13.000.000, makan hasilnya menjadi Rp 28.000.000/ha/tahun
- Apabila metode ini digunakan, sebaiknya diterapkan pada daerah-daerah yang ada pabrik/alat penyulingan kayu putih
3) Implementasi Teknik Silvikultur Untuk Mendukung Produktivitas Perhutanan klon Jati oleh Dr. Widiyatno
- Sebelum melakukan penagturan jarak tanam ada beberapa asepk yang perlu
diperhatikan yaitu tanah harus cepat tertutup, tujuan penanaman, sifat-sifat jenis pohon yang ditanam, kesuburan tanah dan kualitas batang pohon yang diinginkan.
- Dengan adanya klon unggul yang pertumbuhannya cepat, tentu tidak diperlukan lagi jarak tanam rapat (seperti jarak tanam jati asal benih)
- Semakin lebar jarak tanam, pertambahan diameternya juga akan semakin besar, tetapi hal yang perlu diperhatikan adalah intensif pruning pada tanaman jati untuk meningkatkan kualitas kayunya
- Pesanggem harus mau melakukan pruning sebagai bentuk kepedulian/sembangsih terhadap Perhutani, tetapi harus diawasi oleh teman-teman mandor
- Jarak tanam yang lebar memberikan ruang untuk tanaman lain baik itu tanaman kehutanan (kayu putih) ataupun tanaman tumpangsarinya
- Pada jarak tanam 10x2 meter umur 7 tahun dikombinasikan dengan tanaman kunyit diperoleh hasil kunyitnya 3,5 ton/ha/tahun
- Pada jarak tanam 10x3 meter dengan tanaman jati 333 pohon/ha dan tanaman kayu putih 2.500 pohon/ha, asumsi kayu putih/pohon 6 kg maka diperoleh minyak 120 kg/ha atau bila dirupiahkan Rp 36.000.000 (asumsi harga minyak kayu putih Rp 300.000/kg dan rendemen 0,8)
- Hasil penjarangan akan tertutupi hasil ikutannya baik itu dari tanaman kayu putih, tanaman pertanian atau tanaman jenis lainnya
4) Pengaturan Hasil Budidaya JPP Tanpa Penjarangan oleh Dr. Rohman
- Pengaturan jarak tanam lebar harus tetap memperhatikan ekonomi, ekologi dan social, yang kemudian akan dibentuk sebuah rancangan pengelolaan
- Pertanaman JPP menggunakan jarak tanam 10x3 meter (333 pohon/ha) tanpa penjarangan dengan daur 25 tahun dan diantara (mengapit) tanaman jati ditanam tanaman kayu putih
- Luas perlu dibatasi, sebarannya merata di setiap RPH (tidak mengelompok)
- Metode inventarisasi dengan pola larikan (missal panjang 40 meter) sebanyak 1 titik/ha, kemudian dihitung N/ha dan lbds/ha (tetap memperhatikan kerusakan hutan)
- Perlu penetapa kelas hutan, karena ketika menggunakan jarak tanam 6x5 m, 6x4 m
atau 5x5 m, maka hasilnya akan menjadi kelas tidak produktif
- Perlu penyusunan table normal untuk mengakomodasi tanaman JPP dengan jarak tanam lebar
5) Pengusahaan Tegakan Jati Klon Pola Campur Tanpa Penjarangan oleh Slamet Riyanto, MSc.
- Pengembangan tanaman JPP tetap mempertimbangkan aspek serapan pasar dan efisiensi biaya
- Pencampuran tanaman jati dan kayu putih dengan jarak tanam lebar masih menguntungkan Perhutani
- Pertanaman jati dengan jarak tanam 10x3 meter (334 pohon/ha) dengan N akhir daur (20 tahun) sebanyak 200 pohon/ha, maka diperoleh Rp 374.901.200/ha/daur (sudah memperhitungkan pengurangan biaya angkutan dan pemasaran)
- Pertanaman kayu putih dengan jarak tanam 2,5x2 meter (2000 pohon/ha) diperoleh produksi daun kayu putih 3-4 kg/pohon sehingga pendapatan Perhutani sebanyak Rp. 43.720.833/ha/daur (dimulai tahun ke-3 sampai tahun ke-20)
IV. HASIL
- Harus ada pembeda harga antara kayu JPP SP dengan kayu jati konvesional. Dengan harga yang sama, pembeli lebih cenderung memilih kayu jati konvensional karena umur sudah tua walaupun sama-sama sortimen A1 (kualitas jati konvensional lebih bagus).
- Disurvei kembali bahwa pembeda (harga) itu bisa diterapkan pengurangan harga (diskon sekian %) jati konvensional. Kayu Perhutani dilapangan didominasi oleh sortimen A1
- Mencari solusi terhadap kayu JPP SP yang tidak laku, terasuk kayu rimba lain (contoh kayu sengon). Dikaji tentang biomassanya.
- Potensi sumber daya hutan tanaman jati JPP di Divreg Jatim 60% didominasi oleh KU I (23-25 %) dan KU II (28-30%). Penjarangan KU I dan KU II dipastikan menghasilkan sortimen A1. Tindakan silvikultur (penjarangan) belum sepenuhnya diterapkan, sehinggga pada tahun 2021 daur JPP SP menjari 25 tahun
- Sangat mendukung pertanaman dengan jarak tanam lebar, karea perhutani tidak konsisten menerapkan silvikultur (penjarangan). Penjarangan I jati JPP pada umur 5 tahun sebaiknya ditunda sampai dengan penjarangan ke II pada saat umur 10 tahun
- dan yang terlambat, termasuk pada tanaman jati yang umurnya lebih dari 10 tahun harus dijarangi.
- Perencanaan sudah sesuai jalur dalam mentukan petak-petak yang harusnya dijarangi, hanya saja ketika mengusulkan anggaran tidak disahkan oleh direksi. Akan menjadi masalah ketika rapat koordinasi antara Perhutani dengan Dinas Kehutanan (Perhutani yang mengusulkan, Perhutani juga yang “menggagalkan”)
- Percuma ada JPP SP (pertumbuhan cepat) kalu tidak dilakukan penjarangan, karena pada saatnya nanti MAI dan CAI nya akan besinggungan dengan tanaman jati yang berasal dari biji. Sehingga perlu dilakukan pengaturan jarak tanam yang lebar (tidak
perlu penjarangan)
- Pertanaman jati dengan jarak tanam yang lebar akan mempengaruhi percabangan jati yang lebih banyak, sehingga sangat perlu dilakukan kegiatan pruning. Biaya pruning ditiadakan oleh direksi. Perlu dilakukan pelatihan pruning kepada para pesanggem (petani hutan).
10.Sampai dengan saat ini, penjarangan pada tanaman jati jarak tanam 3x3 m masih banyak yang belum dilakukan. Hal ini dipengaruhi dari faktor biaya, ketidak cocokan dengan tabel pertumbuhan dan faktor serapan pasar yang belum maksimal. Sehingga sangat diperlukan pengaturan jarak tanam awal jati JPP setek pucuk yang lebih lebar, sehingga kedepannya tidak perlu dilakukan kegiatan silvikultur (penjarangan). Adapun beberapa mekanisme jarak tanam yang perlu diterapkan ada berbagai macam, sebagai berikut :
No
|
Jarak Tanam
|
N/ha
|
N/ha setelah penjarangan
|
Keterangan
|
1
|
5x5 m
|
400
|
200
|
Penjarangan 1x umur 10 tahun
|
2
|
8x4 m
|
312
|
-
|
Tanpa penjarangan, ada jenis lain
|
3
|
8x6 m
|
200
|
-
|
Tanpa penjarangan, ada jenis lain
|
- Perlu adanya tanaman yang dapat menjadi hasil ikutan setiap tahunnya sebagai pengganti hasil penjarangan kayu JPP SP, bisa tanamankehutanan (kayu putih), tanaman pertanian (jagung, padi gogo, ketela pohon dll) dan tanaman obat (kunyit, lempuyang dll)